JlLau Tze No 109, Sawah Besar, Jakarta Pusat : 021-6247050: 021-6247048: View Map: 71: KCP KEM Tower : KEM Tower Lt.1 Unit A, Jl. Landasan Pacu Barat Blok B No.10 Kav. No. 2, Kemayoran, Jakarta Pusat : 021-65703891: 021-65703892: View Map: 72: KCP Menteng Prada: Kompleks Pertokoan Menteng Prada Lt. 1 Blok 7E, Jl. Pegangsaan Timur No. 15 A Berikutisi teks proklamasi dan sejarah menarik di baliknya. Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Naskahnya diketik oleh Sayuti Melik. Sedangkan penyusunan teks proklamasi dibuat oleh Ir. Soekarno, Ahmad Soebardjo, dan Mohammad Hatta. RukoGraha Parkview Blok ZD/6, Jl. Boulevard Timur No.RT.12, RT.12/RW.10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, North Jakarta City, Jakarta 14250 August 21, 2022 -15:00 START- Ogre card shop gading serpong SiapaPemilik Rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Redaksi 18 Agustus 2021 2522 Kali Dilihat Rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. (ist). Di buku pelajaran sejarah kita mengenal bahwa Proklamasi RI dibacakan oleh Soekarno-Hatta di sebuah rumah Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Tahukah siapa pemilik rumah itu? Jawaban A. Jl. Pegangsaan Timur No.56, Jakarta. Dilansir dari Ensiklopedia, dimana alamat rumah presiden soekarno jl. pegangsaan timur no.56, jakarta. Categories Tanya Jawab. Leave a Comment Cancel reply. Comment. Name Email Website. Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. soal matematika kelas 1 sd penjumlahan dan pengurangan. Oleh Herry M. Joesoef Jakarta – Rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Menteng, Jakarta, itu menjadi saksi kelahiran republik ini. Di depan rumah inilah Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Adapun bangunan di belakang pembacaan naskah proklamasi, adalah sebuah rumah yang dimiliki dan dihuni oleh keluarga keturunan Arab yang mukim di Jakarta. Beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan, Soekarno terserang penyakit beri-beri dan malaria. Bung Karno kerap menggigil, panas-dingin, dan lemas badannya. Adalah seorang pengusaha asal Yaman, Farej Said Martak, sahabat Bung Karno, memberikan madu Arab, Sidr Bahiyah, yang didatangkan dari Hadramaut, Yaman. Madu Sidr bukan sembarang madu. Khasiatnya sudah teruji sejak ratusan tahun lalu. Bersifat antibiotik dan sekaligus antiseptik. Setelah beberapa hari mengkonsumsi madu Sidr, kondisi Bung Karno berangsur pulih. Lalu, dengan didampingi Mohammad Hatta, Bung Karno membacakan naskah Proklamasi di depan rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Menteng, itu. Rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu memang milik keluarga Farej yang dihibahkan kepada Bung Karno. Di rumah inilah Ibu Fatmawati menjahit Bendera Merah Putih pada malam sebelum teks proklamasi dibacakan. Atas jasa baik itu pemerintah Indonesia secara resmi menyampaikan ucapan terima kasih pada keluarga Martak, berupa surat secara tertulis pada 14 Agustus 1950 yang ditandatangani oleh Ir. Mananti Sitompoel sebagai Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Indonesia. Dalam surat tersebut, disebutkan juga, selain rumah di jalan Pegangsaan Timur 56, keluarga Martak telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang sangat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia. Dalam perkembangannyam atas permintaan Bung Karno, pada 1962, rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu dirobohkan. Di atas bangunan tersebut kemudian didirikan Gedung Pola, sedangkan tempat Bung Karno dan Bung Hatta berdiri saat membacakan teks Proklamasi, didirikan monumen Tugu Proklamasi. Jalan Pegangsaan Timur diubah menjadi Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. *** Farej bin Said bin Awadh Martak adalah putra ketiga dari empat bersaudara. Secara berurutan, kakak-kakak Farej adalah Djusman Martak dan Muhammad Martak, sedangkan adiknya bernama Ahmad Martak. Keluarga besar Martak dan keluarga Badjened mendirikan Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened Marba, dimana Farej menjadi Presiden Direkturnya. Jejak Marba masih bisa ditelusuri di Jogjakarta berupa Hotel Garuda, dan di Semarang berupa Gedung Marba. Anak keturunan dari keluarga Martak ini masih eksis di bumi Nusantara. Salah satunya adalah Yusuf Muhammad Martak, Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa GNPF-Ulama. Yusuf adalah putra dari Muhammad Martak, kakak dari Farej bin Said bin Awadh Martak. Nama besar Marba kini dilanjutkan oleh Yusuf dengan aneka bidang usaha, dari restoran sampai ke biro perjalanan, dan berpusat di Tebet, Jakarta Selatan. Dengan latar sejarah seperti itu, jika sekarang Yusuf Muhammad Martak hadir di pentas nasional, bukanlah sesuatu yang a-historis. Yusuf bukan tipe manusia yang memanfaatkan nama besar keluarga untuk kepentingan pribadinya, tapi ia merasa terpanggil, sebagai anak bangsa, berkontribusi kepada negara-bangsa ini dengan jargonnya, “Apa yang bisa kami berikan untuk republik ini”, bukan “Apa yang bisa kami ambil dari republik ini”. Keluarga Martak telah membuktikan hal itu, sejak dari persiapan kelahiran republik ini. Kehadiran dan peran warga keturunan Arab dalam mempersiapkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Jejak dan fakta-fakta sejarah bisa berderet panjang. Di antaranya adalah Baswedan 9 September 1908 – 16 Maret 1986 yang juga populer dengan sebutan Abdurrahman Baswedan. Ia adalah seorang pahlawan nasional. semasa hidupnya, dia dikenal sebagai seorang nasionalis, jurnalis, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat BP-KNIP, Anggota Parlemen, dan Anggota Dewan Konstituante. Baswedan yang fasih bicara dengan bahasa Arab, Belanda, dan Inggris itu adalah salah satu diplomat pertama Indonesia ysng berhasil mendapatkan pengakuan baik de jure maupun de facto bagi eksistensi Republik Indonesia dari Mesir. Salah satu cucu dari Baswedan adalah Anies R. Baswedan yang kini menjabat Gubernur DKI Jakarta. HMJ - Sang saka Merah Putih atau bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Bendera negara Indonesia ini dijahit oleh Fatmawati, istri dari Presiden Soekarno. Bendera Pusaka selesai dijahit dalam waktu dua hari. Kemudian, sejak 1969, bendera merah putih yang asli telah disimpan di Istana Merdeka, karena kondisi bendera yang saat itu sudah rapuh. Baca juga Bendera Pusaka Pernah Hilang, Ini Ceritanya Pertama Kali Bendera Merah Putih Dikibarkan Bendera pusaka pertama kali dijahit oleh Fatmawati, istri dari Presiden Soekarno, setelah ia bersama keluarganya kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu, Oktober dari bendera ini adalah katun Jepang yang memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia, berukuran 274 x 196 cm. Bendera itu pun selesai dijahit dalam waktu dua hari. Setahun kemudian, bendera hasil jahitan tangan Fatmawati tersebut dikibarkan pertama kali pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, saat proklamasi dilaksanakan. Bendera Indonesia ini dikibarkan oleh Latief Hendraningrat, Suhud, dan SK Trimurti. Sejak tahun 1946 hingga 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI saja. Bukan rahasia, rumah dengan pekarangan luas di Jalan Pegangsaan Timur kini Jalan Proklamasi No 56, Jakarta Pusat, itu adalah salah satu bangunan paling penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Di lokasi itu, teks proklamasi dibacakan Ir Sukarno pada 17 Agustus 1945 didampingi Mohammad rumah itu disebut sebenarnya merupakan wakaf dari seorang pengusaha keturunan Hadramaut bernama Faradj Martak. Namun sebelum mengkonfirmasi kebenaran tersebut, ada satu misteri juga yang tak kalah menarik, yakni mengapa rumah yang sebegitu bersejarah itu dihancurkan oleh Presiden Republika sepanjang zaman Alwi Shahab yang wafat pada 2020 lalu menuturkan bahwa gedung tersebut merupakan bekas kediaman warga Belanda sebagai landhuis atau semacam country house yang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak dibangun di Batavia. Rumah itu memiliki 12 kamar, sebuah garasi, serambi belakang, ruang depan, tengah, dan ruang makan. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Suasana di rumah di Jalan Pegangsaan Timur kini Jalan Proklamasi No 56. TwitterKetika penjajah Jepang tiba pada Maret 1942, rumah itu salah satu yang mereka sita karena seluruh warga Belanda kala itu ditahan atau dipulangkan ke Eropa. Sementara Bung Karno diketahui mulai tinggal di rumah yang memiliki pekarangan luas dan merupakan kawasan elit di Jakarta tersebut sejak masa pendudukan Jepang tersebut, tepatnya pada 1942. Dari putra-putrinya hanya putra sulungnya, Guntur, yang dilahirkan di tempat ini. Di tempat inilah, Presiden Soekarno melantik kabinet pertama RI, pada 4 September 1945. Kabinet presidensil ini dibentuk hanya dua hari 19 Agustus 1945 setelah proklamasi. Ketika Januari 1946 saat kota Jakarta dikepung NICA dan muncul perlawanan bersenjata dari rakyat, Bung Karno, Ibu Fatmawati, dan Guntur yang masih bayi hijrah ke Yogyakarta dari rumah itu. Bung Karno dan rombongan berangkat ke Yogyakarta naik kereta api di malam hari yang dipadamkan lampunya untuk menghindari kepungan NICA yang ingin berkuasa kembali di negeri ini. Stasiun yang digunakan menaiki kereta api terletak persis di belakang rumah tersebut. Kemudian di tempat rumah itu juga, pada Oktober 1946, diadakan perundingan Linggarjati antara pembacaan proklamasi. istimewaPada 1946-1948 setelah Bung Karno dan Bung Hatta hijrah ke Yogyakarta, rumah ini jadi tempat kediaman Perdana Menteri Sutan Sjahrir hingga 1948. Ketika hubungan dwitunggal Bung Karno dan Bung Hatta memburuk, November 1957, diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Nasional, yang oleh pers kemudian dilecehkan jadi Musyawarah Keruk Nasi. Pertemuan itu gagal yang berakibat Hatta mengundurkan diri sebagai wakil pada 1961 datanglah nasib akhir rumah tersebut. Kala itu, Presiden Sukarno tiba-tiba memerintahkan pembongkaran gedung tersebut. Mengapa Presiden Sukarno membongkar gedung yang amat bersejarah bagi bangsa Indonesia itu? Menurut Abah Alwi, sapaan Alwi Shahab, hal ini pernah ditanyakan oleh salah seorang penulis biografi Bung Karno yang berjudul Putera Fajar, yakni Solichin Salam. Jawab Bung Karno, "Saya lebih mengutamakan tempatnya dan bukan gedungnya. Sebab, saya taksir gedung Pegangsaan Timur itu paling lama hanya tahan 100 tahun, mungkin tidak sampai. Itu sebabnya saya suruh bongkar.''Menurut keterangan dari Yayasan Bung Karno, presiden pertama RI itu ingin memindahkan semangat proklamasi kemerdekaan di Monas. Peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI agar selanjutnya diadakan di Monas yang monumental itu. Bukan di gedung proklamasi dan juga bukan di Istana. Tugu Monas, menurut Bung Karno, dirancang untuk tahan ribuan tahun seperti juga piramida di itu pada 1960 semasa gubernur Henk Ngantung telah dijadikan Gedung Pola untuk menyiapkan program pembangunan. Semacam Bappenas sekarang ini. Dalam bukunya Kenang-kenangan sebagai Kepala Daerah, Henk Ngantung menulis, "Ide pembangunan Gedung Pola memang baik. Tapi, dengan membongkar dan mengorbankan Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56 saya rasa sayang dan aneh." Henk memaparkan kisahnya mendatangi Bung Karno ke istana untuk meminta agar gedung bersejarah itu tidak dibongkar. Ia mengajukan pertanyaan, "Apakah keputusan Bung Karno tidak bisa ditinjau lagi?" Sebelumnya tak sedikit juga yang menanyakan hal itu pada Bung Karno. Bung Karno menjawab singkat, "Apakah kamu juga termasuk mereka yang ingin memamerkan celana kolorku di dalam rumah itu."Tak ada sedikitpun rasa ragu dan sesal dari sikap dan kata-kata Bung Karno. Agar pembicaraan tidak terputus begitu saja Henk kembali membangun suasana. "Apakah saya boleh buat duplikat dari gedung Pegangsaan Timur 56 sebelum dibongkar?" tanya Henk. Bung Karno menyatakan setuju. "Baru sekarang, sementara saya mengenangkan kembali pertemuan dengan Bung Karno tentang pembuatan duplikat bisa juga diartikan, membangun kembali Gedung Pegangsaan Timur 56 itu dalam keadaan maupun ukuran yang sama, kecuali di atas tanah dan tempat yang sama karena akan dibangun Gedung Pola."Willard A Hanna, seorang Amerika Serikat dalam bukunya 'Hikayat Jakarta' menyimpulkan bahwa pembongkaran tempat proklamasi ini karena Bung Karno tidak suka diingatkan kembali pada keadaan ketika menjelang proklamasi dia diculik para pemuda radikal. Karena itu gedung ini diratakan dengan Karno bersama Bung Hatta pada hari Kamis 16 Agustus 1945 sehabis makan sahur diculik sekelompok pemuda radikal pimpinan Sukarni ke Rengasdengklok, dekat Kerawang. Setelah tengah malam sebelumnya oleh para pemuda yang dipimpin Sukarni, ia dipaksa memproklamirkan kemerdekaan 16 Agustus 1945 karena Jepang telah menyerah pada Sekutu. Ikut dalam rombongan ke Rengasdengklok, Ibu Fatmawati yang menggendong Guntur yang masih berusia sembilan setengah Gubernur DKI, Ali Sadikin, sejak lama ikut mendorong dibangunnya kembali rumah Bung Karno itu. Menurut Bang Ali, ketika menjadi gubernur ia sudah merencanakan hal ini. "Bahkan saya sudah siapkan dananya. Tapi, tidak disetujui Pak Harto yang waktu itu akan membangun Patung Proklamator."Dulu di bagian depan rumah Bung Karno ini terdapat Tugu Proklamasi yang diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Gubernur Suwiryo saat Bung Karno masih di Yogyakarta. Tugu Proklamasi yang tingginya tidak lebih dari dua meter ini pernah menjadi lambang Kota Jakarta. Tak pernah sekalipun dari sekian banyak tulisan Abah Alwi soal gedung ini, tersurat soal kepemilikan Faradj Martak atas bangunan tersebut yang kemudian diwakafkan pada Sukarno. Meski jika kemudian ditemukan bukti-bukti yang menguatkan, bisa jadi demikianlah adanya. [PORTAL-ISLAM] Dulu, waktu kita SD, dipelajaran Sejarah pasti disebut sebuah lokasi yang begitu akrab di telinga kita sebagai tempat digaungkannya Proklamasi Kemederkaan Indonesia, yaitu rumah di jalan Pegangsaan Timur no 56 Jakarta. Siapa yang tahu kalau rumah bersejarah itu adalah milik keluarga keturunan Arab yang kemudian dihibahkan untuk perjuangan Indonesia. Bu Megawati memang kudu banyak baca sejarah kembali. ADA dua peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia yang setiap tahun kita peringati, yaitu deklarasi Indonesia merdeka dan dibacakannya naskah proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia oleh Soekarno dan Hatta yang berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Rumah bersejarah di Pegangsaan Timur 56, Jakarta itu kini menjadi saksi bisu sejarah bangsa Indonesia. Ditempat inilah proklamasi dikumandangkan dan bendera kebangsaan Indonesia yang dijahit Ibu Fatmawati Soekarno dikibarkan pertamakali. Rumah bersejarah tempat dimana deklarasi Indonesia merdeka dan detik-detik sebelum naskah proklamasi dibacakan, ada peran salah seorang tokoh yang layak untuk tidak kita lupakan dan luput dari catatan sejarah anak bangsa. Tokoh ini memiliki peran amat penting dan punya andil besar sehingga republik ini berdiri tegak dengan merdeka di atas bangsanya sendiri. Tokoh ini bernama Faradj bin Said bin Awadh Martak, ayahanda Muhammad Yusuf Martak salah seorang pendiri dan pembina GNPF-MUI. Faradj bin Said bin Awadh Martak seorang saudagar Arab kelahiran hadramaut, Yaman, yang menghibahkan rumah miliknya di Pegangsaan Timur 56 kepada pemerintah Indonesia, rumah yang pernah dihuni oleh Sang Proklamator dan keluarga kesayangannya, rumah tempat dijahitnya Sang Saka Merah Putih oleh Ibu Fatmawati, rumah tempat di deklarasikannya “Indonesia Merdeka” dan naskah “Proklamasi” kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Di rumah ini pula detik-detik sebelum kemerdekaan, proklamator kita sempat meminum “madu Arab” kiriman dari Faradj bin Said bin Awadh Martak. Kelak madu itulah yang menurut Bung Karno sangat membantunya pulih dari kelelahan dan bisa memberinya stamina bangkit membacakan naskah proklamasi diiringi dengan pidato singkatnya. Pada 17 Agustus 1945 pukul 2 jam sebelum pembacaan naskah proklamasi, Bung Karno masih tertidur lemas di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Kala itu, Soekarno terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Bahkan sehari sebelumnya, Soekarno berikut istri dan anaknya Guruh yang masih dalam gendongan, bersama Hatta sempat dibawa ke Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda pelopor terhadap Sorkarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul WIB, Soekarno dan Hatta dibawa Rengasdengklok Karawang untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan. Selama di Rengasdengklok Soekarno dan keluarganya, juga Hatta berada dalam penjagaan perlindungan keamanan oleh Shodanco Umar Bahsan, pemuda keturunan Arab yang terlatih menjadi tentara Pembela Tanah Air PETA. Setelah peristiwa Rengasdengklok itulah, malam kepulanganya pada tengah malam ke Jakarta, Bung Karno meminum madu Arab kiriman Faradj bin Said bin Awadh Martak dan barulah pada keesokan harinya mendapatkan perawatan oleh dokter pribadinya. Pukul Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. Dan bersama rakyat yang ikut menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut, menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Atas jasanya itu, pemerintah RI kemudian memberinya ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Faradj bin Said Awadh Martak. Ucapan tersebut disampaikan secara tertulis atas nama Pemerintah Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1950, yang ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul selaku Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia. Dalam ucapan terima kasih tersebut juga disebutkan bahwa Faradj bin Said Awadh Martak juga telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang amat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia. Surat Penghargaan Ucapan Terimakasih Pemerintah RI untuk Faradj Martak Sekali lagi buat ibu Megawati Soekarno Putri, ingat pesan ayahanda Soekarno yang sangat terkenal itu... "JAS MERAH" Jangan sekali kali melupakan sejarah. Kalau bu Mega lelah, coba minum "madu arab" dulu biar sehat __ Sumber DLL - Proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945. Pelaksanaan proklamasi kemerdekaan RI dilakukan di kediaman Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Rencana awalnya, pelaksanaan proklamasi akan dilaksanakan di Lapangan Ikada, tetapi tidak apa penyebab tempat pembacaan teks proklamasi tidak jadi dilaksanakan di Lapangan Ikada? Baca juga Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Menghindari bentrokan dengan Jepang Awalnya, pelaksanaan proklamasi 17 Agustus 1945 direncanakan di Lapangan Ikada, tetapi Soekarno tidak menyetujuinya dan memindahkan ke Jalan Pegangsaan Timur No 56, pemindahan tempat pelaksanaan adalah untuk menghindari bentrokan dengan pasukan Jepang yang sudah lebih dulu memenuhi Lapangan Ikada pada 17 Agustus 1945 pagi hari. Pada 16 Agustus 1945 malam, ketika perumusan naskah proklamasi dilakukan di rumah Laksamana Maeda, diputuskan bahwa upacara akan dilakukan di Lapangan Ikada. Beberapa pihak yang diharapkan hadir, seperti para tokoh pergerakan dan segenap Barisan Pelopor, diberi informasi bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 pukul di Lapangan Ikada. Informasi ini tidak hanya disampaikan secara langsung, tetapi juga lewat telepon serta surat yang dibawa oleh kurir. Sayangnya, berita ini juga terdengar oleh pihak Jepang. Baca juga Rapat Raksasa di Ikada, Sebulan Setelah Indonesia Merdeka

jalan pegangsaan timur no 56 jakarta